Cerita ini sudah lama
terjadii, namun saya akan mencoba menceritakannya lagi secara mendetail. Kala
itu saya tengah terbaring lemah di sebuah rumah sakit karena kedua kaki saya
terlindas gerinda yang biasanya digunakan untuk membentuk pola lantai. Tanpa
tanggung-tanggung gerinda itu ‘melahap’ kaki-kaki saya yang saat itu masii
sanagat mungil, yaa..!! karena saat itu saya baru berusia 3 SD. Saya yang masih
tergolong bocah pada saat itu, sama sekali tidak menagis saat gerinda menggilas
kedua kaki saya. Perbuatan orang ceroboh yang tak bertanggung jawab, karena
setelah kejadian itu, sang pelaku tak pernah lagi muncul.
Setelah proses
‘jahit-menjahit’ selesai, saya total mendapat 70 jahitan pada kedua kaki saya, tergolong
besar untuk anak seusia saya, dan saat di jahit saya pun tak tampak meringis
kesakitan. Kemudian saya di bawa ke salah ruangan kamar yang berisikan 2 orang
pasien lainnya, karena satu ruangan hanya bisa ditempati 3 pasien. Suster di
rumah sakit itu mengatakan padaku, bahwa mereka berdua menderita penyakit keras
yang sudah lama. Pasien 1, menderita sebuah penyakit yang mengharuskannya untuk
duduk satu jam setiap sore untuk mengosongkan cairan paru-parunya. Sementara
Pasien 2, aku tak tahu apa penyakitnya, tapii dia diharuskan untuk berbaring,
dah tidak sembarang waktu bisaa duduk di tempat tidurnya.
Setiap senja datang menerpa,
kedua Pasien ini daling bencengkrama biasanya Pasien 2 yang terbaring didekat
jendela akan duduk kemudian mulai ngobrol dan kadang-kadang Pasien 1 bercanda
dengan menyangkut-pautkan aku, aku pun tertawa mendengar guyonannya, Pasien 2
pun tak pelak juga tertawa mendengar lelucon Pasien 1. Mereka cerita tentang
apa saja yang ada pada diri mereka, istri, anak dan keluarga, rumah, pekerjaan
bahkan tempat-tempat yang sering mereka kunjungi pada saat sehat.
Pada suatu senja, Pasien 2
yang duduk di dekat jendela bercerita tentang apa yang dia lihat diluar, dan
pasien 1 tampaknya sedang mengimajinasikan, betapa luasnya dan penuh warna
dunia luar sana.
“Diluar jendela ini, tampak
sebuah kolam dengan air mancur di tengah kolam dan terlihat sangat indah. Itik
dan angsa bersama-sama dengan anaknya berenang-renang indah, dan beberapa anak
bermain dengan kapal-kapalan yang terbuat dari kertas. Beberapa pasangan
kekasih berjalan mengitari taman yang penuh bunga. Jauh diatas sana, terlihat
kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang sangat indah.” Ujar pasien 2
yang menceritakan dengan detil apa yang dilihat na diluar jendela kepada kami.
Pasien 1 kulihat memejamkan
mata dan mengimajinasikan apa yang diceritakan Pasien 2. Setelah ia membuka
matanya terlihat paras yang lebih tenang, lebih bersemangat, dan lebih
bergairah. Tampak dengan jelas, semangat hidupnya bertambah demikian pula
kepercayaan dirinya.
Begitulah setiap senja kami
lalui bersama dengan mendengarkan cerita dari pasien 2. Tak banyak yang kuingat
lagi sekarang, karena itu sudah berlangsung sangat lama.
Tibalah hari dimana aku
dijanjikan pulang oleh dokter. Akupun terbangun dari tidurku yang lelap,
bersamaan dengan datangnya suster yang membawakan sebaskom air hangat untuk
membasuh tubuh Pasien 2. Suster itu pun membangunkan Pasien 2 yang waktu itu
kulihat tidur dengan wajah tersenyum, namun Pasien 2 tidak kunjung bangun.
Kemudian suster memeriksa denyut nadinya.
“Dia sudah meninggal dunia..”
Ucap suster itu kepadaku.
Setelah Pasien 1 terbangun
dari tidurnya, aku pun membritahukan kabar duka cita itu. Pasien 1 tampak
begitu kehilangan, matanya berkaca-kaca mengetahui kawannya telah tiada.
Kemudian, setelah tempat tidur temannya tadii kosong, dia pun meminta keapda
suster untuk dipindahkan ke tempat tidur itu. Pasien 1 meberitahukan alasan
kenapa dia ingin pindah ke tempat tidur itu. Karena ia ingin mengingat
temannya, dan melihat jendela yang selalu digunakan temannya untuk menceritakan
dunia luar yang selalu memberinya tambahan semangat hidup.
Setelah dipindahkan, Pasien 1
berusaha bangkit demi dapat melihat dunia luar yang sudah dibanyangkannya,
namun betapa terkejutnya dia ketika usahanya yang telah dilakukan tak berbuah
manis seperti apa yang diharapkannya, yang ia dapatkan hanya sebuah TEMBOK
KOSONG.
“Sus, apa yang membuat temanku
tadi itu bercerita seolah-olah dia melihat sesuatu yang luar biasa diluar
sana...??” tanya Pasien 1.
“Temanmu tadi adalah seseorang
yang buta, bahkan ia tidak bisa melihat tembok sekalipun.” Jawab suster yang
semakin menambah keterkejutan kami.
“Dia pasti ingin memberikan
abang semangat untuk terus hidup.” Sahut ku..
“Dia benar-benar sahabat
terbaik yang pernah ku kenal dan ku jumpai.” Ujar Pasien 1.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Saya percaya, setiap kata yang
terucap dari mulut kita, memiliki makna bagi orang yang mendengarkannya. Setiap
kata yang keluar dari mulut kita layaknya mesiu yang akan meledakkan petasan.
Yaa, karena kata-kata mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat
kita melakukan sesuatu.
Saya percaya, didalam setiap
kata yang kita ucapkan, ada kekuatan yang besar. Itu telah terbukti dari
pengalaman saya diatas tadi, betapa hebatnya kekuatan kata-kata. Kekuatan
kata-kata akan selalu hadir dalam setiap apa yang kita percayai.
Saya juga mempercayai, bahwa
kata-kata yang sopan, santun, penuh motivasi dan inspirasi, bernilai dukungan,
akan memberikan andil yang luar biasa besar dalam setiap orang yang mampu
meresapinya dengan semangat untuk maju. Ungkapan-ungkapan yang bersemangat,
tutur kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita.
Ada sesuatu hal yang tak ternilai ketika kita mampu memberikan kebahagiaan
kepada orang lain.
Mulutmu, Harimaumu....
-*idiom*-